RAJABERITA – Dalam upaya pelestarian dan revitalisasi pengetahuan lokal sebagai bagian penting dari sistem ketahanan pangan berkelanjutan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Iklim dan Atmosfer melaksanakan riset eksplorasi pengetahuan lokal tentang kalender budidaya pertanian tahun 2025. Penelitian ini berfokus pada sistem pengetahuan tradisional masyarakat Aceh yang dikenal sebagai Keuneunong.
Kegiatan riset dilakukan di Dinas Pertanian Tapaktuan dan Gampong Alurambot, Kabupaten Aceh Barat Daya (sebelumnya bagian dari Aceh Selatan), serta di Kantor BPP Lhoknga dan Gampong Ateuk Anggok, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.
Penelitian ini diketuai oleh Dr. Elza Surmaini, S.P., M.Si. (BRIN), dan didukung oleh tim peneliti lintas disiplin dari berbagai institusi:
- Prof. Dr. Phil. Abdul Manan, S.Ag., M.Sc., MA (UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
- Dr. Yeli Sarvina, S.Si., M.Sc. (BRIN)
- Yudi Riadi Fanggidae, S.Si., M.Si. (BRIN)
- Rhino Ariefiensyah, S.Sos., M.E.A.P. (Universitas Indonesia)
- Manguji Nababan, S.S., M.A. (Universitas HKBP Nommensen)
“Pengetahuan lokal seperti keuneunong adalah aset budaya dan ekologis yang sangat bernilai. Dengan mendekati petani dan tokoh lokal sebagai sumber utama, kita bisa memahami cara pandang yang holistik terhadap alam,” ujar Dr. Elza Surmaini.
Teungku Saddam dari Gampong Alurambot menyambut baik inisiatif ini:
“Sudah lama kami menggunakan keuneunong sebagai pedoman bertani. Tapi baru sekarang ada yang datang meneliti secara serius. Kami berharap hasilnya bisa memperkuat kembali cara kami bercocok tanam yang lebih sesuai dengan kondisi di sini.”
Hal senada disampaikan oleh Keuchik Gampong Ateuk Anggok, Syarbini, yang melihat riset ini sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal.
“Anak-anak muda sekarang banyak yang tidak tahu tentang keuneunong. Dengan riset ini, semoga pengetahuan ini tidak hilang dan bisa diwariskan kembali kepada generasi berikutnya,” tuturnya.
Para informan yang diwawancarai juga memberikan tanggapan positif. Abdurrauf, seorang petani senior dari Alurambot, menyampaikan bahwa keuneunong telah membantunya menghindari kerugian dalam bertani.
“Kalau kita tanam padi tanpa mengikuti keuneunong, bisa saja angin barat datang saat padi baru berbunga. Bisa gagal panen.”
Sementara itu, Cut Bit Mahdi Daud, seorang Tuha Peut dari Ateuk Anggok, menambahkan bahwa keuneunong juga mengatur kehidupan sosial masyarakat:
“Ada waktu-waktu tertentu yang bukan hanya melarang bertanam, tapi juga melarang menikah atau membuka lahan. Semua itu ada alasannya, bukan sekadar mitos kosong,” jelasnya.
Prof. Abdul Manan menekankan pentingnya integrasi keuneunong dalam literasi pertanian dan iklim:
“Tradisi seperti keuneunong adalah sistem pengetahuan lokal yang valid dan memiliki struktur ilmiah tersendiri. Ini bukan warisan mistis, tapi metode adaptif yang telah teruji oleh waktu.”
Ke depan, hasil riset ini akan dibukukan, dikembangkan dalam bentuk basis data digital, dan direkomendasikan sebagai referensi dalam pengembangan program pertanian berbasis komunitas. BRIN juga mendorong agar keuneunong diintegrasikan sebagai bagian dari strategi adaptasi perubahan iklim berbasis lokal.
Keuneunong adalah bahasa alam yang diterjemahkan oleh leluhur, menjadi petunjuk hidup yang lahir dari langit, dipraktikkan di ladang, dan diwariskan melalui lisan.
0Komentar
Silahkan beri komentar yang baik dan tidak menghina